Senin, 18 Mei 2015



Kami sadar kami bukan yang terbaik ..... 
Kami bukan yang terhebat..... 

suatu saat nanti .......

Kesempatan untuk berhasil tersedia untuk semua orang,

 


Kemampuan + Persiapan +Usaha + Kemauan  = KEBERHASILAN

setiap orang memiliki kemampuan
kemampuan adalah karunia sejak lahir ,tapi itu tidak menjamin keberhasilan apapun apabila tidak mampu mengembangkan dan menggunakan kemampuan yang di berikan.


Selasa, 14 April 2015

Membangun Kesiapan Mental Pada Atlet
Oleh : Pudji Susilowati, S.Psi
Jakarta, 23 Juni 2008


Beberapa waktu lalu, atlet-atlet kita berjuang untuk memperebutkan piala Thomas dan Uber Cup. Sayangnya tim Thomas dan Uber kita belum berhasil. Tentunya, kegagalan ini menyisakan kekecewaan dan tanda tanya pada sebagian besar masyarakat kita, mengapa team andalan kita kalah. Namun di setiap kejadian pasti ada hikmahnya, karena kita harus belajar dan menganalisa di mana letak kelemahan yang perlu dikelola dan diperbaiki.
Keberhasilan seorang atlet ditentukan oleh kesiapan fisik dan mental. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performance atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Coba Anda bayangkan, jika sebelum bertanding sang atlet mengalami cek cok berat dengan keluarganya, amat mungkin jika situasi itu mempengaruhi kestabilan emosi, daya konsentrasi dan menguras energi. Contoh lain, jika sebelum bertanding sang atlet kurang memiliki kesiapan mental menghadapi lawan yang berat sehingga timbul keraguan yang besar dan rasa tidak percaya diri yang menghalangi kemampuannya untuk tampil optimal.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika sejak dini, soal membina kesiapan mental atlet menjadi porsi yang penting agar masalah kepribadian dan konflik-konflik sang atlet dapat dikelola dengan baik sehingga ia tetap tampil optimum.

Pentingnya Kesiapan Mental Bagi Atlet
Stress sebelum bertanding adalah hal yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak adalah sebuah kemampuan yang harus ditumbuhkan. Stress bisa jadi pemicu semangat dan motivasi untuk maju, namun stress berlebihan bisa berdampak negatif. Tanpa kesiapan mental, sang atlet akan sulit mengubah energi negative (misal, yang dihasilkan dari keraguan penonton terhadap kemampuan sang atlet) menjadi energi positif (motivasi untuk berprestasi) sehingga akan menurunkan performancenya (dengan gejala-gejala sulit berkonsentrasi, tegang, cemas akan hasil pertandingan, mengeluarkan keringat dingin, dll). Bahkan sangat mungkin jika sang atlet terpengaruh oleh energi negatif para penonton.



Faktor penentu
Urusan energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan sang atlet, sementara kita tidak bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi dalam kehidupannya. Namun jika ditelaah, rupanya menurut Nasution (2007) ada beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya seorang atlet terpengaruh oleh masalah.

1. Berpikir positif
Bisa atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya di lapangan. Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta orang yang dihadapi adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering terdengar bahwa pemain A atau B tidak terduga bisa memenangkan pertandingan padahal targetnya adalah berusaha main sebaik mungkin. Alasannya, karena lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment penting untuk meng up gradeƂ­ kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu melihat sisi lain yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan focus pada permainan berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding dimana ia jadi berhati-hati dan cermat dalam proses, dan tidak grasah grusuh ingin cepat-cepat mencetak skor.
Jadi, pikiran positif bisa menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan besaran energi dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya bisa beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun kemenangan.

2. Motivasi
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya. Kalau kurang termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang. Kalau highly motivated, maka daya juangnya juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang atlet pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh, makin besar hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya, makin kecil usahanya.
Yang paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak terpengaruh cuaca apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka sejak awal berlatih dia sudah secara konsisten dan persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya terletak pada keberhasilannya untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan, bukan hanya saat bertanding. Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun selama motivasi internalnya kuat, atlet tersebut mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa memperberat gerakannya.

3. Sasaran yang jelas
Mengetahui sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi tingkat daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa melemahkan motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas siapa musuhnya, sasarannya, medan perangnya, tingkat kesulitannya, targetnya, waktunya, akan membuat sang atlet kebingungan dan energi nya juga tidak fokus, strategi nya pun tidak spesifik dan standar kualitas nya jadi tidak bisa ditentukan, bisa terlalu rendah bisa juga terlalu tinggi. Dalam keadaan membingungkan seperti ini, atlet jadi sangat rentan terhadap masalah.

4. Pengendalian emosi
Ketidakmampuan mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan keseimbangan fisiologis. Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena sudah menjadi bagian dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun perlu proses untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi, kalau atlet tersebut masih punya masalah dalam pengendalian emosi, maka dia lebih mudah terstimulasi oleh berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton / supporter, sikap pelatih, tindakan teman-temannya, dsb.

5. Daya tahan terhadap stress
Jika tingkat stres berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam memanage stresnya maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat stres berada dibawah ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk berprestasi. Jika tingkat stres berada pada level toleransi kemampuannya maka atlet akan mampu berprestasi.

5. Rasa percaya diri
Kurangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang atlet. Masalah yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa percaya dirinya, meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika masalah yang dihadapi berkaitan dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet selalu memandang dirinya kurang baik, kurang sempurna, maka seruan "uuuuuu" penonton bisa dianggap konfirmasi atas kekurangan dirinya, meskipun pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.

6. Daya konsentrasi
Atlet yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan performance meski ada gangguan, interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah, maka ia mudah melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun pertandingan.

7. Kemampuan evaluasi diri
Kemampuan evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah dengan performance-nya. Tanpa kemampuan untuk melihat ke dalam, atlet akan terjebak dalam masalah dan kesalahan yang berulang.

8. Minat
Jika si atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang dipilihnya maka ia akan melakukan olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan sebagai beban.

9. Kecerdasan (emosional dan intelektual) 
Kecerdasan emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi kemampuan berpikir logis, obyektif, rasional serta memampukannya mengambil hikmah yang bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.


Faktor-faktor tersebut di atas menjadi PR bagi setiap atlet dan bukan semata-mata PR pelatih karena justru faktor tersebut berkaitan erat dengan dunia internal sang atlet. Keberadaan pelatih sangat penting, namun kemauan dan usaha keras pihak atlet lebih menentukan tingkat keberhasilan maupun prestasinya. Inisiatif untuk memperbaiki diri atau mengembangkan sikap mental positif lebih terletak pada atlet dari pada pelatih. Bagaimana pun juga, perubahan yang dipaksakan dari luar, hasilnya tidak efektif, malah bisa menimbulkan problem serius.